Teriakan Lapar di Negeri yang Terlilit Utang: Rakyat Tak Punya Uang
Di balik gedung-gedung pemerintahan yang megah dan janji pembangunan, sebuah negeri tengah menghadapi jeritan sunyi rakyatnya. Negara yang kini terjerat utang hingga triliunan rupiah ini membuat warganya harus menahan lapar, bahkan untuk sekadar membeli sepiring nasi.
Negeri yang Tenggelam dalam Utang
Kondisi ini terjadi akibat penumpukan utang luar negeri dan dalam negeri yang tidak terkendali. Pemerintah sebelumnya berharap utang ini dapat mempercepat pembangunan infrastruktur dan roda ekonomi, namun realita berkata lain. Penerimaan negara tidak mampu menutup beban cicilan utang dan bunga yang semakin membengkak setiap tahunnya.
Akibatnya, anggaran negara banyak tersedot untuk membayar utang ketimbang membiayai kebutuhan rakyat, seperti subsidi pangan, kesehatan, dan pendidikan. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang stagnan memperburuk kondisi, membuat rakyat kecil semakin sulit bertahan.
Rakyat Menjerit, Harga Pangan Melambung
Di pasar-pasar tradisional, harga beras, minyak goreng, dan bahan pokok melonjak. Bagi masyarakat menengah ke bawah, kondisi ini menjadi pukulan berat. Seorang ibu rumah tangga di ibukota mengaku kini hanya mampu membeli nasi dengan sayur seadanya tanpa lauk karena harga ayam dan telur yang terlalu mahal untuk mereka.
“Sekarang semua mahal, Bu. Mau makan aja susah, uang nggak cukup,” keluhnya dengan mata berkaca-kaca.
Kelaparan perlahan menjadi nyata, bukan hanya sekadar cerita, di negeri yang katanya kaya sumber daya namun terbelit utang.
Pengangguran Meningkat, Lapangan Kerja Sulit
Tidak hanya harga pangan, angka pengangguran juga meningkat seiring banyaknya usaha kecil gulung tikar akibat daya beli masyarakat yang turun drastis. Para pekerja informal terpaksa kehilangan penghasilan harian, sementara mencari pekerjaan baru menjadi semakin sulit karena perusahaan-perusahaan juga banyak yang terpaksa melakukan efisiensi.
Fenomena ini menambah panjang daftar persoalan yang dihadapi rakyat kecil, dari kesulitan makan, tidak memiliki pekerjaan tetap, hingga kesulitan mengakses layanan kesehatan akibat keterbatasan biaya.
Pemerintah Diminta Segera Bertindak
Situasi yang mengkhawatirkan ini mendorong banyak pengamat ekonomi dan aktivis sosial mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret. Pemulihan ekonomi dengan fokus pada rakyat kecil harus diutamakan, bukan hanya mengejar pertumbuhan angka makro yang belum tentu dirasakan langsung oleh rakyat.
Beberapa saran yang muncul antara lain adalah:
✅ Restrukturisasi utang agar tidak membebani APBN terlalu besar.
✅ Mengendalikan harga bahan pokok dengan kebijakan subsidi tepat sasaran.
✅ Membuka lapangan kerja dengan mendorong UMKM agar bisa beroperasi kembali.
✅ Mengoptimalkan potensi sumber daya lokal untuk mengurangi ketergantungan impor.
Harapan Akan Perubahan
Teriakan lapar rakyat kecil seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk berpihak pada mereka yang benar-benar membutuhkan. Utang negara yang menumpuk tidak boleh menjadi alasan untuk menutup mata terhadap jeritan rakyat yang tidak punya uang untuk makan.
Rakyat tidak membutuhkan janji kosong, mereka hanya ingin bisa makan tiga kali sehari, anak-anak mereka bisa sekolah dengan layak, dan pekerjaan yang bisa memberikan penghasilan cukup untuk bertahan hidup.
Negara memang memiliki utang, namun utang itu tidak boleh membuat rakyat ikut menanggung kelaparan. Harapan masih ada jika kebijakan segera diarahkan untuk menolong rakyat kecil dan menjadikan kesejahteraan mereka sebagai prioritas utama.