Gerakan Ojol Stop Order Besok: Layanan GoFood dan Transportasi Terancam Lumpuh
Jagat media sosial diramaikan oleh seruan dari para pengemudi ojek online (ojol) yang berencana melakukan aksi “Stop Order” selama 24 jam penuh pada besok hari. Aksi ini disuarakan oleh berbagai komunitas driver di berbagai daerah, sebagai bentuk protes terhadap sejumlah kebijakan platform yang dinilai merugikan mitra pengemudi.
Langkah ini diprediksi akan mengganggu layanan transportasi online dan pesan-antar makanan seperti GoFood dan GrabFood, yang selama ini menjadi andalan masyarakat perkotaan.
Apa Itu Gerakan “Stop Order”?
Gerakan “Stop Order” adalah aksi kolektif di mana para driver ojol memutuskan untuk tidak menerima orderan sama sekali selama satu hari penuh. Artinya, aplikasi mereka akan dimatikan secara serempak, sebagai bentuk tekanan terhadap perusahaan aplikator agar segera merespons keluhan yang selama ini diabaikan.
Melalui berbagai grup komunitas dan unggahan di media sosial, para pengemudi menyuarakan sejumlah tuntutan, mulai dari kenaikan tarif dasar, pembagian insentif yang lebih adil, hingga transparansi sistem pemotongan komisi oleh platform.
Layanan Transportasi dan Makanan Terancam Lumpuh
Dampak nyata dari gerakan ini akan sangat terasa, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Layanan transportasi online berpotensi lumpuh, dan konsumen diprediksi akan kesulitan mencari driver, baik untuk perjalanan maupun pengantaran makanan.
Bagi masyarakat yang biasa bergantung pada layanan pesan-antar, seperti GoFood dan GrabFood, bersiaplah menghadapi keterlambatan atau bahkan ketersediaan driver yang kosong total. Beberapa pelanggan juga melaporkan bahwa jadwal pemesanan mereka untuk hari esok sudah mulai mengalami gangguan sejak hari ini.
Apa yang Dituntut Para Driver?
Berikut beberapa poin yang menjadi inti keluhan para pengemudi:
• Tarif terlalu rendah dan tidak sebanding dengan biaya operasional seperti bensin dan servis motor.
• Sistem insentif yang berubah-ubah dan tidak transparan, membuat pendapatan sulit diprediksi.
• Skema pemotongan komisi yang dianggap memberatkan mitra, terutama di masa sulit pasca-pandemi.
• Kurangnya perlindungan dan jaminan sosial, seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Aksi ini diharapkan menjadi wake-up call bagi aplikator besar untuk duduk bersama mitra pengemudi dan menyusun solusi yang adil serta berkelanjutan.
Seruan kepada Masyarakat
Para driver juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyalahkan pengemudi secara pribadi jika mengalami kesulitan order. Mereka menegaskan bahwa gerakan ini bukanlah bentuk pembangkangan, melainkan usaha kolektif demi memperbaiki nasib ribuan mitra di lapangan.
“Kami hanya ingin didengar. Kami bukan sekadar tombol di aplikasi. Di balik helm dan jaket, kami punya keluarga yang harus kami nafkahi,” ujar salah satu koordinator aksi melalui unggahan viral di TikTok.
Arah Baru Gerakan Ojol?
Aksi ini menandai babak baru dalam gerakan advokasi driver ojol, yang semakin terorganisir dan sadar akan kekuatan kolektif. Di era digital, tekanan sosial dari komunitas pengguna dan mitra sangat mungkin menjadi pemicu perubahan struktural di industri transportasi daring.
Untuk masyarakat, mungkin besok adalah waktu yang tepat untuk merencanakan transportasi dan konsumsi lebih awal—atau bahkan mendukung gerakan ini sebagai bentuk solidaritas sosial.